Bima Arya Sebut Pelaksanaan Otonomi Daerah Perlu Dibenahi

Bogor – Wali Kota Bogor, Bima Arya menyampaikan apresiasi dan tanggapannya terhadap hasil penelitian yang dilakukan Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang membahas hasil riset tentang Pencapaian dan Tantangan Otonomi Daerah : Faktor Kepemimpinan, Kelembagaan dan Stabilitas Politik Lokal.

“Ini riset yang sangat bagus. Riset yang ada seperti menyodorkan dan menyediakan peta dari hulu ke hilir tentang dinamika catatan otonomi daerah serta semua aspek dan bagian dari otonomi daerah yang harus kita benahi bersama-sama,” kata Bima Arya yang mengikuti secara daring di Pendopo VI, Kota Bogor, Senin (13/9/2021).

Menurutnya, otonomi daerah sendiri memberikan aspek pada dua sisi, yakni ada hal baik dan juga ada hal-hal yang belum, bahkan tidak baik.

“Dan ini penting untuk dikaji bersama-sama,” jelasnya.

Bima Arya juga menyampaikan pandangannya bahwa otonomi daerah memunculkan kota-kota berprestasi yang menginspirasi, sehingga dengan kota lain saling menginspirasi dan terinspirasi.

“Contohnya Kota Bandung, Surabaya, Banyuwangi yang benar-benar menginspirasi daerah lain. Sehingga antar kota atau daerah terjadi saling tukar pengalaman, saling belajar dan best practice serta sebagainya,” sebutnya.

Namun di sisi lain, otonomi daerah lanjut Bima Arya memunculkan dinasti, oligarki, menguatkan korupsi dan menjadi persoalan terhadap sustainability atau keberlanjutan.

Menurut dia, ada kota yang bagus, kepala daerahnya inspiratif, kerjanya baik dan dikagumi semua. Tetapi ketika substansi tidak sustainability. Hal tersebut kata Bima Arya menjadi persoalan serius, karena kerja keras yang dilakukan kepala daerah selama 5 atau 10 tahun bisa ‘hancur’ dalam kurun 1 hingga 2 tahun saja.

“Salah satu yang mungkin menjadi penyebabnya adalah terjebak dalam quick win trap, ingin membuat kebijakan populis tapi long term impactnya tidak ada. Banyaknya catatan tentang otonomi daerah tadi harusnya menimbulkan urgently untuk melakukan pemetaan, pengkajian sekaligus treatment dan kapasitas menyeluruh,” ungkapnya.

Untuk itu Bima Arya beranggapan perlu dilakukan pembenahan mulai dari hulu hingga ke hilir, mulai pada melalui fase kampanye kepala daerah, yang merupakan muara dari seluruh persoalan.

Untuk itu dari hulu (kampanye) harus benar-benar dirapikan sehingga bisa memunculkan calon-calon pemimpin bebas dari hutang, beban dan memiliki gairah untuk memajukan daerahnya.

Selanjutnya adalah governing atau tata pemerintahan. Pada titik ini lanjut Bima Arya, perlu dipikirkan satu sistem yang menunjang penguatan kapasitas kepala daerah.

Masih terkait governing, kata dia, sudah banyak yang dilakukan pemerintah pusat terkait reward and punishment, dimana pada satu sisi bernilai baik, tapi pada sisi lain masih memerlukan catatan.

“Jadi, penghargaan yang diberikan harus betul-betul selektif dan didasarkan pada reward and punishment.

Apresiasi tidak lupa diungkapkannya atas reward and punishment dari pemerintah pusat yang dikaitkan dengan insentif yang diterima ketika berhasil dalam melaksanakan satu program atau kegiatan.

“Saya kira ini jauh lebih efektif daripada penghargaan-penghargaan yang rawan politisir dan diraih dari cara yang tidak prover (pantas). Jadi reward and punishment yang mengaitkan kinerja dengan alokasi anggaran atau insentif bagus untuk meningkatkan kapasitas kepala daerah,” ungkapnya.

Dalam bimbingan kapasitas building, pendampingan dari lembaga pengawasan ungkap Bima Arya harus lebih serius dan berjalan lebih efektif.

Hal terakhir yang disampaikan Bima Arya adalah terkait monitoring dan civil society yang ada perlu untuk dikuatkan secara kelembagaan dalam rangka mengawal pemerintah daerah dan membackup kepala daerah yang on the track.

“Penguatan kepala daerah, penguatan ekonomi harus dilakukan dengan membangun dan menguatkan kembali civil society yang betul-betul objektif. Keberhasilan otonomi sangat ditentukan oleh kemampuan kepala daerah melakukan kolaborasi dengan semua pihak,” ujarnya.

“Di masa pandemi Covid-19, banyak daerah yang berhasil mengatasinya berkat kolaborasi dengan semua pihak dan ini perlu juga dilakukan penguatan,” kata Bima Arya.

Selain Bima Arya, webinar yang dibuka Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Philips Vermonte, juga dihadiri Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik dan Dosen FISIP Universitas Andalas, Arisnaldi.

Hadir selaku narasumber, Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Indonesia, Arya Fernandes dan peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Indonesia, Edbert Gani Suryahudaya.( Prokompim).

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *