Banyak Pesantren di Kabupaten Bogor Belum Berstatus Muadalah

Bogor – Sebanyak 1.400 pondok pesantren di Kabupaten Bogor yang tidak nemiliki pendidikan formal didorong menerapkan satuan pendidikan muadalah atau pendidikan khas pesantren.

Langkah ini diambil Pemkab Bogor melalui Tim Percepatan Pembangunan Strategis (TPPS) untuk meningkatkan angka rata-rata lama sekolah di Bumi Tegar Beriman.

Read More

Anggota TPPS Kabupaten Bogor, Saepudin Muhtar mengatakan, rata-rata lama sekolah di Kabupaten Bogor saat ini berada di angka 8,31 tahun. Masih jauh lebih rendah dibanding angka rata-rata lama sekolah secara nasional, yakni 8,54 tahun.

Angka 8,31 tahun juga masih jauh dari yang ditargetkan Bupati Bogor Ade Yasin melalui program Karsa Bogor Cerdas, yaitu 8,61 tahun pada 2023.

“Ketika semua pondok pesantren yang tidak memiliki pendidikan formal sudah berstatus muadalah, akan meningkatkan angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Bogor. Karena setiap lulusan (pesantren) tercatat sebagai peserta didik di dalam sistem,” ujar pria yang karib disapa Gus Udin, Kamis (17/3).

Ketua Bidang Pendidikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor ini juga menduga salah satu penyebab minimnya angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Bogor karena banyak lulusan pondok pesantren yang belum berstatus muadalah.  Sehingga, lulusannya tidak tercatat telah menempuh pendidikan resmi.

Gus Udin menjelaskan, satuan pendidikan muadalah merupakan program pendidikan resmi yang berada di bawah Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren Kementerian Agama RI.

Untuk itu, ia mendorong pondok pesantren yang tidak memiliki pendidikan formal untuk bekerja sama dengan PKBM sekitar wilayahnya serta membentuk Satuan Pendidikan Muadalah sebagaimana ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019.

“Langkah ini juga merupakan salah satu dari sembilan poin yang menjadi rekomendasi TPPS Kabupaten Bogor kepada Bupati Bogor untuk meningkatkan angka rata-rata lama sekolah,” terangnya.

Adapun sembilan rekomendasi yang dimaksud yakni, pertama, penetapan rata-rata lama sekolah tingkat kecamatan dan desa.

Kedua, kurasi data penduduk usia sekolah dan usia 25-55 tahun yang belum mencapai wajib belajar sembilan tahun dengan meningkatkan peran pemerintah desa serta ketua RT dan RW.

Ketiga, membentuk tim atau satgas tingkat kabupaten, kecamatan dan desa untuk mengoptimalisasi pusat kegiatan belajar mengajar (PKBM) dengan dukungan alokasi dana desa (ADD).

Keempat, memberikan penghargaan atau awarding untuk kecamatan dan desa yang mencapai angka rata-rata lama sekolah tertinggi.

Kelima, mendorong pondok pesantren yang memiliki pendidikan formal untuk bekerja sama dengan PKBM sekitar wilayahnya serta membentuk Satuan Pendidikan Muadalah sebagaimana ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019.

Keenam, mendorong dunia usaha dan industri untuk meningkatkan tarap karyawannya secara berjenjang. Ketujuh, optimalisasi peran lembaga pendidikan, organisasi profesi pendidik dan dunia usaha, serta melakukan gerakan satu guru lima siswa atau satu orang tua asuh untuk lima siswa.

Kedelapan, memaksimalkan peran Ormas dan Majelis Ta’lim untuk mendorong anggotanya melanjutkan Pendidikan melalui Paket A, B dan C.

Terakhir, mewajibkan belajar sembilan tahun untuk pemerintah desa, mulai dari perangkat desa, hingga, RT dan RW. (sumber metropolitan)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *