Mari Mengenal Malaria : Penyakit Mematikan di Dunia

Dwi Sutanto, SKM
Epidemiolog Kesehatan
Dinas Kesehatan Kota Bogor

Anda mungkin tidak asing dengan malaria, tetapi apakah Anda tahu bahwa malaria merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia? 

Dilansir dari World Malaria Report 2020 yang disusun oleh World Health Organization, sekitar 241 juta kasus infeksi malaria terjadi di tahun 2020 dengan rata-rata 77.954 orang yang terinfeksi meninggal. Kebanyakan dari korban malaria adalah anak-anak di bawah 5 tahun. Malaria juga paling banyak terjadi di wilayah Afrika (sekitar 90%) dan disusul dengan Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Sub-Sahara Afrika. 

Penyebaran Malaria
Malaria disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium. Parasit ini dibawa oleh nyamuk Anopheles betina. Maka dari itu, penyakit malaria paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis, dimana nyamuk Anopheles dapat berkembang biak, demikian juga parasit Plasmodium

Parasit Plasmodium ini terbagi lagi menjadi lima jenis, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum, dan Plasmodium knowlesi. Jenis Plasmodium falciparum adalah yang paling banyak ditemukan dan biasanya menyebabkan malaria berat dan sering menyebabkan kematian. 

Nyamuk Anopheles menyimpan telur-telurnya di dalam air, kemudian telur berubah menjadi larva dan tumbuh menjadi nyamuk dewasa. Selama proses ini, nyamuk betina akan mencari darah sebagai makanannya untuk mematangkan telur-telurnya. Mereka biasanya akan aktif mencari “makanan” pada waktu sore hingga subuh dan dalam prosesnya bisa mentransmisikan parasit Plasmodium kepada manusia. 

Proses transmisi dari nyamuk tersebut juga tergantung pada cuaca dan iklim. Biasanya, titik perkembangbiakkan nyamuk paling banyak terjadi selama dan sesaat sesudah musim hujan. Selain itu, wilayah yang padat penduduk (ruang gerak sedikit) akan meningkatkan kemungkinan mewabahnya malaria. 

Bagaimana Manusia Terinfeksi Malaria?
Apabila manusia terkena gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit Plasmodium, maka Plasmodium akan berkembang biak di organ hati (liver) dan menginfeksi sel darah merah. Akibat parasit penyebab malaria bersarang di sel darah merah, maka malaria bisa menular melalui transfusi darah, transplantasi organ, atau penggunaan alat suntik bekas pasien yang terinfeksi malaria. Pada ibu hamil, malaria juga bisa bertransmisi ke janin, baik sebelum atau sesudah kelahiran. 

Namun, Anda tidak perlu khawatir berlebihan sebab malaria tidak akan menular dari orang ke orang seperti flu, dan tidak menular lewat hubungan seksual. Malaria juga tidak menular lewat kontak atau sentuhan dengan orang yang terinfeksi malaria atau bersentuhan dengan benda-benda mereka.

Kenali Gejala Malaria!
Malaria tidak langsung muncul ketika seseorang terkena gigitan nyamuk pembawa parasit. Apabila imunitas tubuh seseorang sangat baik, maka kemungkinan terinfeksi malaria menjadi lebih kecil. Sementara, bagi orang dengan imunitas kurang baik, gejala malaria biasanya muncul 10-15 hari setelah gigitan nyamuk. 

Gejala awal malaria biasanya menyerupai flu, demam, dan sakit kepala. Gejala-gejala tersebut memang sangat umum terjadi pada penyakit ringan lain, sehingga sulit untuk diidentifikasi sebagai malaria. Mual, muntah-muntah, dan diare juga sering terjadi. Jika dibiarkan lama, malaria juga bisa menyebabkan anemia dan penyakit kuning (munculnya warna kuning pada kulit dan mata) akibat kekurangan sel darah merah. 

Jika tidak ditangani dalam 24 jam, gejala tersebut bisa cepat berubah menjadi sakit parah (terutama untuk jenis Plasmodium falciparum). Infeksi parasit penyebab malaria yang tidak ditangani dengan cepat bisa menyebabkan komplikasi seperti gagal ginjal, kejang-kejang, gangguan mental, tidak sadarkan diri (koma), dan tidak jarang berujung pada kematian. 

Hati-hati, Gejala Malaria Mirip Covid-19
Merebaknya COVID-19 mempengaruhi pelaksanaan kegiatan upaya pengendalian dan pencegahan penyakit, salah satunya adalah malaria. Malaria dapat memperburuk kondisi seseorang yang juga terinfeksi COVID-19, begitu pula sebaliknya. Sayangnya, gejala kedua penyakit yang mirip menyulitkan petugas kesehatan dalam penegakkan diagnosa. Pasien dengan gejala umum seperti demam, berpotensi tidak terdeteksi infeksi malaria apabila hasil tesnya positif COVID-19. Orang-orang dengan gejala umum malaria juga dapat tertunda menerima pertolongan kesehatan karena ketakutan akan terinfeksi COVID-19, yang mana seringkali memunculkan stigma tertentu dalam masyarakat dan berpotensi untuk dikucilkan dari kehidupan sosial.

Pada masa pandemi COVID-19, pemeriksaan malaria dilakukan dengan tes cepat atau Rapid Diagnostic Test (RDT). Prosedur diagnostik dari Kementerian Kesehatan tersebut diawali dengan mencari tahu apakah pasien memiliki riwayat malaria maupun COVID-19, seperti kontak dengan pasien terkonfirmasi positif COVID-19, atau pernah melakukan perjalanan maupun tinggal di daerah endemis malaria. Pasien juga harus melalui pemeriksaan laboratorium untuk COVID-19 dan RDT untuk malaria sekaligus. 

Apabila hasil RDT positif, maka pasien akan segera diberikan pengobatan, yaitu Obat Anti Malaria (OAM). Pembuatan sediaan darah juga tetap dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil RDT dan mengevaluasi hasil pengobatan malaria.

Dalam hal prosedur pelayanan pasien malaria, petugas kesehatan di dalam melakukan pelayanan malaria wajib mengikuti protokol pencegahan COVID-19, seperti menjaga jarak fisik, memakai masker dan APD (Alat Pelindung Diri), serta mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun secara reguler. 

Maka dari itu, pemerintah berupaya untuk memberi pelayanan sesuai dengan protokol kesehatan malaria dan tetap mengimbau masyarakat di wilayah endemis malaria untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan.

Hati-hati, Gejala Malaria Mirip Covid-19
Merebaknya COVID-19 mempengaruhi pelaksanaan kegiatan upaya pengendalian dan pencegahan penyakit, salah satunya adalah malaria. Malaria dapat memperburuk kondisi seseorang yang juga terinfeksi COVID-19, begitu pula sebaliknya. Sayangnya, gejala kedua penyakit yang mirip menyulitkan petugas kesehatan dalam penegakkan diagnosa. Pasien dengan gejala umum seperti demam, berpotensi tidak terdeteksi infeksi malaria apabila hasil tesnya positif COVID-19. Orang-orang dengan gejala umum malaria juga dapat tertunda menerima pertolongan kesehatan karena ketakutan akan terinfeksi COVID-19, yang mana seringkali memunculkan stigma tertentu dalam masyarakat dan berpotensi untuk dikucilkan dari kehidupan sosial.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *