DNA Kota Bogor Menghargai Keberagaman Dalam Kebersamaan

Bogor – Pemutaran video dokumenter tentang keberagaman di Kota Bogor menjadi pembuka acara diskusi Tematik ‘Hak Jaminan Keberagaman’ dalam puncak Pekan Hak Asasi Manusia (HAM) Kota Bogor Tahun 2022 di Bogor Creative Center (BCC), Sabtu (10/12/2022).

Wali Kota Bogor, Bima Arya didampingi kepala perangkat daerah dan pimpinan aparatur wilayah menghadirkan secara langsung berbagai narasumber, diantaranya juru bicara GKI tim tujuh, Arif Juana, Ketua Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, Nia Sjarifudin dan Kepala Pusat Penelitian Universitas Paramadina, Husni Mubarak.

Tidak hanya isu lokal, isu nasional pun turut dibahas. Bahkan, jelang akhir diskusi tim peneliti Universitas Parahyangan Bandung yang dipimpin Romo Dianto menyampaikan hasil penelitiannya di Kampung Labirin, Kelurahan Babakan Pasar, Kota Bogor.

Kampung Labirin disebutkan Bima Arya merupakan kampung yang paling terbuka, toleran dan inklusif. Ada hal yang sangat menarik dari hasil penelitian, yaitu masyarakatnya yang sangat religius, ada temuan yang cukup mengejutkan yaitu siap menerima pimpinan yang berbeda agama.

Selain hal menarik dan mengejutkan ada juga catatan yang disampaikan dan menjadi PR bagi Kota Bogor. Ada setengah warga yang masih berpikir untuk memberikan ucapan selamat apabila tetangga atau warna lain memperingati hari raya agamanya.

“Ada kabar baik, ada optimistisme dan juga ada catatan. Itulah potret Kota Bogor yang DNA-nya menghargai keberagaman dalam kebersamaan. Seiring berjalannya waktu ada PR-PR sehingga DNA itu jangan sampai terkikis yang disebabkan ketidaktahuan dan tidak mengerti, karenanya butuh edukasi, terkikis karena dicekoki keyakinan yang menyesatkan dan adanya kepentingan politik, ekonomi dan lain-lain. Itu PR kita,” paparnya.

Bima Arya berpandangan, modal kuat yang dimiliki Kota Bogor ini harus membuat bangga warganya. Namun disisi lain, juga harus waspada dan hati-hati karena DNA yang ada bisa terkikis.

Untuk itu menjadi tugas semua pihak untuk mendidik, membina dan mengarahkan. Melalui Pekan HAM ini ia berharap semua masyarakat Kota Bogor harus bangga dengan DNA, menjaganya dan waspada.

“Tidak ada yang tidak selesai dengan komunikasi atau dialog secara bersama-sama, menghormati segala posisi dan membuka semua kemungkinan. Inilah pelajaran yang didapat kasus GKI Yasmin,” katanya.

Untuk generasi muda teruslah belajar membuka dialog, membuka ruang-ruang untuk segala perbedaan, karena perbedaan adalah aset untuk dikomunikasikan agar menjadi kekuatan bersama.

“Contohnya GKI Yasmin yang akan menjadi warisan bagi generasi mendatang bagaimana cara Kota Bogor menyelesaikan perbedaan tadi, sehingga menjadi kekuatan bersama,” tutur Bima Arya.

Sebelumnya, Jubir GKI tim tujuh, Arif Juana membagikan pengalamannya dalam menyelesaikan konflik GKI Yasmin. Konflik yang terjadi menurutnya karena ada persepsi yang menyebabkan adanya ‘jurang’. Pepatah mengatakan karena tak kenal maka tak sayang.

“Ajaran GKI adalah terbuka. Misi gereja membawa damai sejahtera bagi umatnya dan masyarakat. Begitu juga yang kami lakukan, komunikasi, pendekatan, silaturahmi dan sinergitas kepada semua pihak, baik yang menerima atau menolak, menjadi kunci dan sebagai pondasi awal,” ujarnya.

Menurut dia, tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan dengan komunikasi. Sebab, pihaknya bersama-sama membuktikan bahwa DNA yang dimiliki benar-benar ada, bukan sekedar slogan atau stigma.

“Kami sangat terbuka dan mendukung untuk mengembangkan dan menumbuhkan kebersamaan agar masyarakat bisa merasakan damai, aman, sejahtera dalam satu rumah,” ujarnya.

Peneliti Setara Institute, Iif Fikriyati menyebutkan, berbicara HAM berarti membicarakan tentang diri sendiri dan bagaimana cara untuk saling melindungi satu sama lain. Negara menjadi tempat yang memfasilitasi perlindungan tersebut.

“Tantangan HAM di setiap era berbeda. Di era teknologi informasi nilai-nilai kearifan lokal, agama, adat istiadat dan tradisi dalam menetapkan HAM universal dan HAM partikular menjadi bias, sehingga menjadikan setiap individu lepas dan berhadapan dengan nilai-nilai atau agama lain. Hakikatnya dalam HAM kita ingin membangun kesetaraan dan kebersamaan,” ujarnya.

“Dalam kehidupan sehari-hari HAM di bangun satu perilaku yaitu empati, dengan empati kita belajar untuk duduk di posisi orang lain. HAM adalah memperlakukan diri sendiri dan orang lain ke dalam empati itu,” kata Iif.

Ketua Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, Nia Sjarifudin berbicara dari aspek refleksi. Ia mengatakan perbedaan adalah realitas dan suatu keniscayaan yang luar biasa.

“Kebhinekaan adalah kekuatan, Pancasila bukan agama dan jangan mempertentangnya dengan agama apapun. Pancasila harga pasti, bukan ideologi pungutan. Habitus Pancasila masih sangat kuat, saya melihat saat pandemi Covid-19 banyak orang yang saling tolong menolong tanpa ada instruksi, mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada di Pancasila,” katanya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *